Tito Karnavian Sebut Film Dirty Vote Cuma Opini dan Terlalu Berlebihan Soal Cara Jokowi Memenangkan Paslon 02

- 19 Februari 2024, 19:15 WIB
Menteri Dalam Negeri Tirto Karnavian.
Menteri Dalam Negeri Tirto Karnavian. /Instagram Tirto Karnavian

KLIKLUBUKLINGGAU.com- Menteri Dalam Negeri (Mendagri), Tito Karnavian menilai film dokumenter Dirty Vote tak lebih dari sekadar opini yang dibubuhkan pada serangkaian berbagai peristiwa.

Hal ini dikarenakan menurut Tito tim produksi Dirty Vote melewatkan satu dari dua metode ilmiah penting untuk membangun kesimpulan di akhir film sehingga film tersebut hanya sebatas opini.

Dua metode yang dimaksud Tito Karnavian adalah congruent method (metode kongruen) dan tracing method (metode pelacakan). Tito lantas menyoroti isu pemekaran provinsi baru di Papua, di mana namanya disebutkan dalam film saat sampai di bagian tersebut.

Baca Juga: Memastikan Keterjangkauan dan Efektivitas Program Pembagian Makanan dan Susu Gratis dari Prabowo-Gibran

"Saya lihat ini pemberitaan dalam bentuk documentary, tapi sebetulnya saya lihat adalah pembentukan opini dengan merangkai sejumlah peristiwa," kata Tito, dalam agenda Konvensi Nasional Media Massa dalam rangka Hari Pers Nasional di Jakarta, Senin, 19 Februari 2024.

Metode kongruen, jelas Tito, merupakan suatu metode upaya untuk melihat sesuatu dan mengambil kesimpulan karena dianggap sama dan sebangun. Metode tersebut ditempuh tanpa melihat sebab dan akibat.

"(Kongruen) itu boleh, kalau kita ingin mengambil hipotesa. Sama dengan media, ketika membuat hipotesa boleh. Tapi kalau mau membuat tulisan yang betul-betul akurat, ya harus menempuh proses tracing," katanya.

Baca Juga: Wakil Gubernur Kalteng Tegaskan Bahwa Komisi Informasi Berperan Penting Mewujudkan Keterbukaan Informasi!

Adapun mantan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia (Kapolri) itu juga mengambil contoh tugas investigasi kepolisian yang sudah berteman akrab dengan metode dan cara berpikir demikian.

Tanpa proses pelacakan, hasil hipotesa kongruen menurutnya hanya akan menjadi kesimpulan kosong. Tito menegaskan, proses pelacakan harus dilakukan dengan menjajaki semua sebab dan akibat jika ingin menentukan pelaku atau tersangka.

Dengan demikian, bagi dia, tudingan yang dilayangkan padanya, soal peran untuk memenangkan paslon tertentu lewat pemekaran provinsi di Pulau Papua masih di tahap hipotesa kongruen.

Baca Juga: Kapal Bantu Rumah Sakit TNI Angkatan Laut KRI Radjiman Membawa Harapan bagi Rakyat Palestina!

Tim produksi Dirty Vote tidak menempuh proses pelacakan untuk memperkuat kesimpulan dari rangkai peristiwa yang sebangun itu. Untuk itu dia menekankan bahwa tudingan tersebut sudah terlalu jauh dan berlebihan.

Pasalnya, kata Tito, pemekaran provinsi di Pulau Papua memang sudah dilakukan sebelum adanya koalisi partai-partai dan pasangan calon untuk pemilu.

Keputusan itu merupakan aspirasi masyarakat lewat kesepakatan DPR RI, bukan pemerintahan Presiden Jokowi.

"Tapi tiba-tiba dilompatkan bahwa pemekaran Papua itu dalam rangka untuk mempermudah paslon yang disiapkan pemerintah untuk memenuhi persyaratan 20 persen (suara) dari separuh provinsi, saya bilang itu terlalu jauh," katanya. ***

Editor: Rina Sephtiari


Tags

Artikel Pilihan

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah