Apa Penyebab Seseorang Menjadi Serial Killer? Begini Penjelasan Pakar Kriminolog

- 21 Januari 2023, 20:38 WIB
Ilustrasi pembunuhan.
Ilustrasi pembunuhan. /Clker-Free-Vector-Images/Pixabay/

KLIKLUBUKLINGGAU.com- Masyarakat saat ini dihebohkan dengan tindak kriminal seorang pria bernama Wowon yang telah melakukan pembunuhan berantai terhadap 9 korban. Kasus yang awalnya diduga keracunan itu pun berakhir menjadi 'serial killer', berdasarkan pengakuan para tersangka setelah diringkus Polisi.

Tidak hanya aksi Wowon Cs dalam menghabisi nyawa manusia, motif di balik aksi keji terhadap korban yang sebagian besar adalah keluarganya itu juga turut menjadi sorotan. Pasalnya, Wowon tega menghabisi nyawa istri, mertua, hingga anak sambungnya menggunakan racun.

Lalu, apakah yang menyebabkan seseorang menjadi serial killer? Berikut penjelasannya.

Kriminolog, profesor, dan pakar media, Dr. Scott Bonn menuturkan bahwa banyak kasus pembunuhan berantai atau serial killer tampaknya sama sekali tidak memiliki makna atau motivasi dari pihak penjahat. Namun, pada kenyataannya, ada keragaman besar dalam kebutuhan dan keinginan pembunuh berantai yang menuntun mereka untuk menghabisi nyawa orang lain. Terkadang, tindakan atau proses pembunuhan bisa menjadi tujuan tersendiri bagi mereka.

"Salah satu aspek dari kepercayaan yang dipegang secara populer dan stereotip media yang sering kali benar adalah bahwa sebagian besar pembunuh berantai memperoleh kepuasan besar dari tindakan pembunuhan," katanya.

"Kepuasan yang mereka terima dari tindakan pembunuhan membedakan mereka dari pembunuh satu kali yang membunuh secara kebetulan, yaitu untuk membantu melakukan atau menyembunyikan kejahatan lain," ucap Dr. Scott Bonn menambahkan.

Baca Juga: Inilah kronologi, Pembunuh Serial Killer Supranatural Wowon

Sosok Ibu di Balik Serial Killer

Menurutnya, serial killer dinyatakan berbeda, karena mereka memiliki kebutuhan kronis dan luar biasa untuk melakukan pembunuhan yang membedakan mereka dari orang-orang yang membunuh satu kali karena melayani kepentingan kriminal lainnya. Ini mungkin tampak berlawanan dengan intuisi di permukaan, tetapi banyak serial killer sebenarnya adalah individu yang tidak aman yang dipaksa untuk membunuh karena ketakutan penolakan yang tidak wajar.

"Dalam banyak kasus, rasa takut akan penolakan tampaknya diakibatkan oleh ditinggalkan oleh ibu mereka pada masa kanak-kanak," tutur Dr. Scott Bonn.

"Beberapa contoh serial killer terkenal yang ditolak atau ditinggalkan oleh ibu kandung mereka, termasuk David Berkowitz, Ted Bundy, dan Joel Rifkin. Beberapa serial killer seperti Edmund Kemper disiksa, dilecehkan, bahkan disakiti oleh ibu kandung mereka," katanya menambahkan.

Dr. Scott Bonn menuturkan bahwa seorang serial killer baru yang mengalami trauma sebagai seorang anak akan berusaha menghindari hubungan yang menyakitkan dengan manusia lain sebagai orang dewasa. Dia secara khusus akan berusaha menghindari hubungan yang menyakitkan dengan orang-orang yang dia inginkan atau dambakan.

"Ketakutan akan penolakan seperti itu dapat memaksa seorang pembunuh berantai yang masih muda untuk ingin menghilangkan objek apapun dari kasih sayangnya," ucapnya.

"Dia mungkin menjadi percaya bahwa dengan menghancurkan orang yang dia inginkan sebelum menjalin hubungan dengan mereka, dia dapat menghilangkan kemungkinan menakutkan untuk ditinggalkan, dipermalukan, atau disakiti oleh seseorang yang dia cintai, seperti dia di masa kecil," ujar Dr. Scott Bonn menambahkan.

Seperti yang dijelaskan oleh FBI dalam laporan tahun 2005 tentang pembunuhan berantai, seorang serial killer memilih korban berdasarkan ketersediaan, kerentanan, dan keinginan.

Baca Juga: Aktor Na Chul, Pemeran Drama Vicenzo Meninggal Dunia

Ketersediaan, terutama ditentukan oleh gaya hidup korban atau keadaan di mana dia terlibat, yang dapat memberikan akses pelaku untuk melakukan serangan. Misalnya, seorang wanita lajang yang secara teratur menghabiskan malamnya sendirian di rumah, berpotensi mendapat serangan pembobolan oleh predator berantai.

Kerentanan, didefinisikan sebagai sejauh mana korban berisiko atau rentan terhadap serangan oleh pelaku. Misalnya, seorang wanita lajang yang berjalan di jalan pada malam hari kurang rentan terhadap serangan, jika dia ditemani oleh seekor anjing besar.

Keinginan, sangat subjektif dan digambarkan sebagai daya tarik korban kepada pelaku. Keinginan korban melibatkan banyak faktor yang terkait dengan motivasi pelaku dan dapat mencakup karakteristik seperti ras, etnis, jenis kelamin, usia, tipe tubuh, atau kriteria khusus lainnya yang ditetapkan oleh serial killer.

Motif Serial Killer

Pada simposium pembunuhan berantai pada tahun 2005, FBI dan para ahli lain dalam kriminologi dan psikologi forensik melakukan diskusi mendalam tentang motivasi serial killer. Para peserta melakukan sejumlah pengamatan dan rekomendasi untuk penyelidikan terhadap serial killer, yang terkait dengan motivasi si pembunuh.

Seperti yang disajikan oleh FBI dalam 'Serial Murder: Multi-Disciplinary Perspectives for Investigators', pengamatan khusus yang dilakukan oleh peserta simposium diuraikan menjadi:

1. Motifnya bisa sangat sulit ditentukan dalam penyelidikan serial killer.
2. Seorang serial killer dapat memiliki banyak motif untuk melakukan kejahatannya.
3. Motif seorang serial killer dapat berkembang, baik dalam satu pembunuhan maupun sepanjang rangkaian pembunuhan.
4. Klasifikasi motivasi harus dibatasi pada perilaku dan kondisi yang dapat diamati di tempat pembunuhan.
5. Bahkan jika motif dapat diidentifikasi, itu mungkin tidak membantu dalam mengidentifikasi seorang pembunuh berantai.
6. Memanfaatkan sumber daya investigasi untuk membedakan motif, alih-alih mengidentifikasi pelaku karena dapat menggagalkan atau menghambat penyelidikan.
7. Penyelidik tidak harus selalu menyamakan motivasi seorang pembunuh berantai dengan tingkat cedera.

Baca Juga: Mitos atau Fakta Ibu Hamil yang Mengidam Harus Selalu Dituruti? Simak Penjelasannya

"Akhirnya, terlepas dari motif spesifiknya, sebagian besar serial killer melakukan kejahatan mereka karena mereka mau. Pengecualian untuk ini adalah beberapa pembunuh berantai yang menderita penyakit mental parah yang tidak ada motif yang koheren," kata Dr. Scott Bonn.

Para peserta simposium FBI 2005 tentang serial killer menyarankan agar kategori motivasi yang luas dan tidak inklusif digunakan sebagai pedoman untuk penyelidikan kriminal. Mereka berpendapat bahwa kategori tersebut dapat membantu aparat penegak hukum dalam mempersempit kumpulan tersangka dalam kasus serial killer.

Para peserta simposium mengidentifikasi tujuh kategori umum motivasi untuk digunakan sebagai pedoman untuk tujuan investigasi. Kategori-kategori tersebut tidak dimaksudkan untuk menjadi ukuran lengkap dari pelanggar berantai, juga tidak dimaksudkan untuk terdiri dari teori motivasi mereka. Seperti yang dilaporkan secara ringkas oleh FBI pada tahun 2005, yakni:

1. Kemarahan adalah motivasi yang kuat, di mana pelaku menunjukkan kemarahan atau permusuhan terhadap subkelompok tertentu dari populasi, seperti tunawisma atau masyarakat secara keseluruhan.

2. Usaha kriminal adalah motivasi di mana pelaku mendapat manfaat dalam status atau hadiah uang dengan melakukan pembunuhan yang terkait dengan narkoba, geng, atau kejahatan terorganisir. Misalnya, pembunuhan dapat dilakukan oleh geng narkoba untuk menghilangkan persaingannya.

3. Keuntungan finansial adalah motivasi di mana pelaku mendapat manfaat uang dari pembunuhan yang tidak terkait dengan narkoba, geng, atau kejahatan terorganisir. Beberapa contoh dari jenis kejahatan ini adalah pembunuhan kenyamanan/keuntungan, perampokan-pembunuhan, atau pembunuhan ganda yang melibatkan penipuan asuransi atau kesejahteraan.

4. Ideologi adalah motivasi untuk melakukan pembunuhan demi memajukan tujuan dan gagasan individu atau kelompok tertentu. Contohnya termasuk kelompok teroris atau individu yang menyerang ras, gender, atau kelompok etnis tertentu karena kebencian belaka terhadap kelompok tersebut.

Baca Juga: Nahas! Ini Kondisi Ibu dan Anak Usai Terlindas Rantis TNI di Purwakarta Jawa Barat

5. Kekuasaan/sensasi adalah motivasi di mana pelaku merasa diberdayakan dan atau gembira ketika dia membunuh korbannya. Tindakan membunuh adalah tujuan itu sendiri.

6. Psikosis adalah situasi langka di mana pelaku menderita penyakit mental yang parah dan membunuh secara khusus karena penyakit itu. Kondisi ini mungkin termasuk halusinasi pendengaran dan atau visual dan delusi paranoid, muluk, atau aneh.

7. Berbasis seksual adalah motivasi yang didorong oleh kebutuhan atau keinginan seksual pelaku. Mungkin ada atau mungkin tidak ada bukti kontak seksual yang ada di TKP.

"Penting untuk diingat bahwa terlepas dari motif spesifiknya, pembunuh berantai dipaksa untuk melakukan pembunuhan, yaitu, mereka melakukannya karena mereka ingin dan perlu," ucap Dr. Scott Bonn, dikutip dari Psychology Today.*** (Eka Alisa Putri/ Pikiran-Rakyat.com).

Editor: Rina Sephtiari

Sumber: Psycologhy Today


Tags

Artikel Pilihan

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x