Akbar Idris Dipenjara atas Kritik Terhadap Bupati Bulukumba, Ketua Permahi Cabang Lubuklinggau Angkat Suara

- 2 Mei 2024, 17:56 WIB
Ketua DPC Permahi Kota Lubuklinggau, Yolanda Fiorence Lingga.
Ketua DPC Permahi Kota Lubuklinggau, Yolanda Fiorence Lingga. /

KLIKLUBUKLINGGAU.com - Yolanda Fiorence Lingga, Ketua Perhimpunan Mahasiswa Hukum Indonesia (Permahi) cabang Lubuklinggau, mengeluarkan pernyataan tegas terkait kasus vonis terhadap mantan Pengurus Besar Himpunan Mahasiswa Islam (PB HMI), Akbar Idris. Akbar Idris divonis delapan belas bulan penjara oleh Pengadilan Negeri Bulukumba, Sulawesi Selatan, atas kasus dugaan pencemaran nama baik terhadap Bupati Bulukumba, Andi Muchtar Ali Yusuf.

Kasus ini berawal dari penyebaran pesan singkat berupa flyer yang menyatakan niat Dewan Pengurus Pusat Generasi Milenial Indonesia (DPP GMI) untuk melaporkan Bupati Bulukumba ke Gedung Merah Putih (KPK RI) atas dugaan tindak pidana korupsi. Akbar Idris, sebagai salah satu anggota grup yang meneruskan pesan tersebut, dianggap terlibat dalam dugaan pencemaran nama baik oleh Bupati Bulukumba.

Meskipun Akbar Idris menyatakan bahwa ia hanya meneruskan pesan tersebut sebagai bahan diskusi di grup, Bupati Bulukumba melaporkannya ke Polres Bulukumba atas dugaan pencemaran nama baik. Akbar Idris didakwa berdasarkan Pasal 27 ayat (3) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).

Baca Juga: Ombudsman Sarankan Seleksi CASN Ditunda Hingga Pilkada 2024 Selesai, Ini Alasannya

Dalam sidang pembacaan tuntutan, Jaksa Penuntut Umum menuntut Akbar Idris dengan penjara selama 12 bulan, namun Majelis Hakim menjatuhkan vonis penjara selama 18 bulan. Hal ini menimbulkan kekecewaan dari berbagai pihak, termasuk Yolanda Fiorence Lingga, yang menyayangkan sikap Bupati Bulukumba dan putusan majelis hakim.

Yolanda menegaskan bahwa kebebasan berpendapat merupakan hak yang dilindungi oleh konstitusi, dan kritik terhadap pemerintah seharusnya dipandang sebagai bentuk kepedulian dan cinta terhadap pembangunan demokrasi. Dia menyoroti perlunya pemerintah menerima kritik sebagai bagian dari kedewasaan dalam penyelenggaraan negara.

"Jika kita lihat dalam Pasal 23 Ayat (2) yang berbunyi "setiap orang bebas untuk mempunyai, mengeluarkan dan menyebarluaskan pendapat sesuai hati nuraninya, secara lisan dan/atau tulisan, melalui media cetak maupun elektronik, dengan memperhatikan nilai-nilai agama, kesusilaan, ketertiban, kepentingan umum, dan keutuhan bangsa.", dan dalam pasal 28E ayat (3) Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang berbunyi :"setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul dan mengeluarkan pendapat" Jelas Yolanda yang menegaskan pentingnya kebebasan berpendapat.

Baca Juga: Langkah Demi Langkah! Berikut Panduan Lengkap Cara Mencairkan Dana BPJS Ketenagakerjaan

Kasus ini menjadi perhatian bagi para aktivis, yang menganggapnya sebagai indikasi mirisnya kebebasan berpendapat di Indonesia. Dalam konteks negara demokratis, penting untuk menjunjung tinggi hak asasi setiap individu untuk mengeluarkan pendapat, dan pemimpin daerah harus siap menerima kritik terhadap proses jabatannya. ***

Editor: Firmansyah Ababil


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah