57 Tahun Pikiran Rakyat, Lewati Masa Sulit Gelombang Pertama Era Konvergensi

25 Maret 2023, 04:16 WIB
Pikiran Rakyat /Dok Pikiran Rakyat/

KLIKLUBUKLINGGAU.com - Kita sering mendengar ungkapan yang menyatakan, "Setiap masa ada orangnya, setiap orang ada masanya." Dalam segala hal di kehidupan ini, perubahan memang terus terjadi. Dan, di dalam setiap perubahan, ada orang-orang yang mengambil peran untuk menjawab tantangan sesuai zamannya.

Tantangan zaman itulah yang menjadi jejak-jejak yang bisa direfleksikan di masa sesudahnya. Cara menjawab tantangan itu juga yang bisa menjadi pelajaran penting bagi generasi selanjutnya.

Harian Umum Pikiran Rakyat yang sudah berdiri sejak 24 Maret 1966, atau bahkan di era sebelumnya, memang menyisakan banyak cerita. Kehadiran media massa ini turut menjadi bagian dari sejarah perubahan bangsa maupun perubahan kultur sosial.

Hidup di era Orde Baru membuat kultur Pikiran Rakyat pun mengikuti sikap etis yang berkembang di masa itu. Dalam kurun waktu tidak mencapai satu dekade, Pikiran Rakyat telah berhasil memantapkan diri sebagai korannya orang Jawa Barat.

Jika dalam kurun 1967-1973 koran-koran berskala nasional terbitan Jakarta yang mendominasi peredaran koran di Jawa Barat, maka setelah itu HU Pikiran Rakyat mengambil alih posisi tersebut.

Tahun 1974, Pikiran Rakyat membeli 4 mesin cetak, yaitu mesin percetakan offset dari PMDN (Penanaman Modal Dalam Negeri) dengan bantuan BRI. Dengan mesin cetak yang mampu mencetak sebanyak 25.000 ekslemplar koran per jam, oplah Pikiran Rakyat terus meningkat tajam dan mampu merambah ke seluruh pelosok Jawa Barat.

Dalam kurun waktu 1975-1986, distribusi Pikiran Rakyat sudah merambah ke seluruh penjuru negeri. Pikiran Rakyat telah menjadi koran daerah yang terbit secara nasional, di mana sebagian tirasnya beredar di DKI Jakarta, Jawa Tengah, Jawa Timur, serta beberapa provinsi lainnya.

Pikiran Rakyat terus berkembang dan menjadi saksi dari berbagai peristiwa besar tanah air. Pada 1998, Pikiran Rakyat juga menjadi salah satu yang terdepan dalam memberitakan berita-berita pergolakan reformasi saat itu. Meski saat itu ada resesi ekonomi, Pikiran Rakyat yang cukup mapan mampu melewati masa sulit itu dengan baik.

Memasuki era reformasi, Yoyo S. Adiredja, Pemimpin Redaksi era 2003-2009 mengatakan, saat memasuki reformasi banyak koran-koran pengkritik pedas bermunculan. Tetapi, koran yang menjaga kultur etika dan kualitas redaksinya yang ternyata tetap bertahan.

"Ketika reformasi, orang-orang seperti tersalurkan kekesalan sekian puluh tahunnya, sempat meledak oplah-oplah koran yang isinya menghujat. Itu bukan kultur kita, dan kita tetap menampilkan kualitas seperti sebelumnya. Terlihat, koran seperti itu hanya bertahan beberapa bulan atau setahun, setelah itu habis. Kultur etika kita dijaga, kualitas redaksi dijaga supaya beritanya bisa dipercaya," ucapnya.

Perbedaan Orde Baru dan reformasi, kata dia, terlihat dari banyak sisi. Selain bermunculan koran yang bersuara "nyaring", kebebasan berpendapat pun membuat kantor media menjadi sasaran unjuk rasa. Hal itu tetap terjadi meskipun di masa reformasi sudah diatur bahwa pengaduan seharusnya dilakukan ke Dewan Pers.

Yoyo mengatakan, masa reformasi seakan membuat berbagai pihak semakin berani untuk protes ke perusahaan media. Kebebasan berekspresi dan berdemokrasi diartikan untuk unjuk rasa memprotes kantor pers.

"Aspirasi, ya, biasa lah, media harus tangkap aspirasi dari berbagai sisi. Hal-hal itu berkesan buat saya pribadi. Ada seorang yang oleh lembaga resmi dinyatakan tersangka. Tapi lalu timnya datang berombongan, berbelas-belas mobil, ke kantor. Ya, kita terima. Banyak sekali sampai kayak demo di ruangan rapat redaksi. Ada tokoh agama hadir, dan LSM. Timnya datang teriak-teriak di kantor. Memang penuh warna," katanya.

Akan tetapi, tekanan itu dikatakannya tidak memberikan pengaruh signifikan sampai mengubah kebijakan atau strategi berita. Saat meyakini pemberitaan ada di jalur yang benar dan sesuai kode etik, ia mengatakan bahwa tidak ada yang terlalu dikhawatirkan.

Tekanan-tekanan yang datang itu justru memperlihatkan bahwa pengaruh pemberitaan Pikiran Rakyat memang besar. Berita Pikiran Rakyat menjadi acuan utama informasi masyarakat Jawa Barat dan memberi dampak yang besar.

"Dulu ada satu berita singkat di halaman Jawa Barat, yang mengatakan ada sebuah indikasi kesalahan oknum PNS di salah satu kabupaten. Berita singkat saja, 3 alinea kecil. Tetapi dampaknya, bupati langsung telepon mau luruskan, ya kami katakan dibuat hak jawab. Berita kecil seperti itu saja betul-betul berpengaruh," kata Yoyo.

Pada masa kepemimpinan Yoyo di redaksi, Pikiran Rakyat pun mulai memvariasikan konten dan menyajikan berbagai lembaran khusus untuk meraih segmen pembaca yang beragam. Misalnya ada lembaran khusus olah raga bernama Gelora, Khazanah yang berisi konten budaya, Binangkit yang berkaitan dengan perempuan, serta Peer Kecil untuk menargetkan pembaca yang lebih kecil. Terbitan Pikiran Rakyat pada Minggu pun mulai diarahkan lebih banyak membahas hiburan.

Konvergensi media

Sejak dua dekade terakhir, sedikit demi sedikit media massa sebenarnya sudah diberikan sinyal-sinyal mengarah ke digitalisasi media massa. Portal berita sudah muncul, meski berbagai perusahaan, termasuk Pikiran Rakyat, belum menggarapnya dengan serius.

Menurut Budhiana Kartawijaya, Pemimpin Redaksi Pikiran Rakyat masa 2009-2013, Pikiran Rakyat bahkan sudah memiliki portal online sejak 1996 karena namanya yang memang sudah masyhur.

Masa 1996-1997, ia menceritakan kisah dari Bambang Triaji, bahwa saat itu Pikiran Rakyat diakui sebagai media massa yang masuk dalam ranking 10 di dunia.

Saat Budhiana memimpin, ekosistem ke arah digitalisasi media pun sudah ada. Bahkan, koran-koran daerah saat itu membuat Indomedia Networks untuk membentuk satu keranjang berita bersama. Namun, jejaring itu pun tidak berlanjut secara resmi.

Konvergensi media yang pertama kali dilakukan adalah antara redaksi koran Pikiran Rakyat dengan radio PRFM. Konsep single newsroom sudah dimulai dan bahkan berkembang menjadi integrated newsroom untuk semua media di bawah Grup Pikiran Rakyat, termasuk Kabar Cirebon, Kabar Priangan, dan Fajar Banten.

Sejak 2007, transisi cetak ke online pun dimulai. Pikiran Rakyat online memiliki desk terpisah, namun teknis pelaksanaannya belum berjalan lancar.


"Sistem sudah terbangun, tapi kultur belum. Tadinya ingin wartawan multiplatform, tapi kulturnya masih belum terbentuk. Awak redaksi sudah diberikan gawai dari tablet, communicator, lalu Blackberry, tetapi memang kulturnya belum terbentuk," kata Budhiana.

Kultur itu mulai terbentuk ketika rekruitmen wartawan baru. Namun, sayangnya, kata dia, strategi redaksi untuk konvergensi itu belum bisa berjalan baik. Konsep jurnalisme data yang sudah dibuat roadmap-nya pun belum berjalan baik.

Upaya terjun dalam dunia digitalisasi media itu dilanjutkan oleh Pemimpin Redaksi berikutnya, Islaminur Pempasa, yang memimpin 2013-2016. Pada perayaan ulang tahun Pikiran Rakyat ke-50 tahun 2016, Pikiran-Rakyat.com pun diluncurkan lagi secara resmi.

Akan tetapi, jejak peristiwa yang paling berkesan di masa Islaminur Pempasa yang biasa dipanggil Ipe itu adalah terjadinya peristiwa kebakaran kantor Redaksi Pikiran Rakyat, Jalan Soekarno-Hatta Kota Bandung. Peristiwa yang mengagetkan dan mendukakan bukan hanya untuk keluarga besar Pikiran Rakyat, tapi juga seluruh masyarakat pembaca.

Kebakaran hebat yang terjadi pada Sabtu, 4 Oktober 2014 membuat satu gedung redaksi terbakar seluruhnya dan hanya menyisakan abu. Hari itu memang awak redaksi libur karena 5 Oktober 2014 adalah hari libur nasional. Akan tetapi, Senin, 6 Oktober 2014, Pikiran Rakyat tetap terbit kembali.

"Setelah kebakaran, semua kumpul. Manajemen melihat ke redaksi, ke saya, bertanya apakah mau terbit? Saya berbalik ke rekan-rekan yang berdiri di belakang saya, menanyakan apakah Senin kita mau terbit? Semua kompak menjawab, terbit!" ujar Ipe.

Saat itu, kata dia, di saat banyak yang menyerah, tapi moralitas dan loyalitas awak redaksi sangat tinggi. Karena semangat itu, semua bagian akhirnya bersemangat lagi dan membantu untuk bangkit kembali. Sejak saat itu, pusat kendali redaksi mulai berpindah ke Jalan Asia Afrika No. 77 Kota Bandung.

Bukan hanya bencana yang membuat redaksi saat itu mengalami masa berat, Ipe mengatakan bahwa konten redaksi pun mulai ditingkatkan lagi dengan adanya Desk Investigasi. Ketika koran mulai "berkejaran" dengan portal berita dotcom, koran harus mulai memposisikan dirinya untuk pendalaman melalui berita laporan mendalam maupun investigasi.

Itu bukan hal mudah karena berbenturan dengan berbagai pihak berwenang. Ia banyak menerima tekanan supaya suatu berita urung diterbitkan. Tetapi karena produk berita itu bagus, redaksi harus memiliki posisi yang kuat. Pemimpin Redaksi pun menjadi bumper untuk berbagai tekanan supaya tidak langsung mengancam para jurnalis di lapangan.

"Tetapi dari sini, Pikiran Rakyat bisa mendapatkan Penghargaan Anugerah Jurnalistik Adinegoro untuk laporan investigasi. Saat penyerahan, teman-teman koran nasional bertanya-tanya, ini pertama kalinya koran daerah mendapatkan penghargaan Adinegoro investigasi. Itu program bersama yang memang didukung moralitas dan dedikasi teman-teman redaksi," ujarnya.

Disrupsi digital semakin pengaruhi performa media konvensional

Selama satu dekade ke belakang, bisnis surat kabar di seluruh dunia semakin merasakan dampak dari disrupsi digital. Seluruh koran merasakan dampaknya dengan penurunan drastis karena disrupsi digital memang bergerak dengan cepat.

Menurut Pemimpin Redaksi di era berikutnya yaitu 2016-2018, Rahim Asyik, Pikiran Rakyat mulai sedikit demi sedikit merasakan penurunan sejak 2010.

Pendapatan tertinggi ada pada 2008 dan 2010, namun hingga ia menuntaskan tugasnya, angka itu tidak pernah tersentuh lagi.

Saat ia memimpin redaksi, penurunan sudah semakin terasa sehingga memberatkan juga operasional di redaksi. Peralihan ke online pun semakin direncanakan dengan baik.

Penanggung jawab di Pikiran-Rakyat.com tidak lagi berkesan "orang buangan", melainkan memang awak redaksi cetak yang berkualitas baik untuk mengampu di sana. Namun memang, proses digitalisasi media itu pun tidak berjalan lancar.

Penurunan semakin tajam terjadi di masa Pemimpin Redaksi Noe Firman Rachmat, pada 2018-2021. Firman bahkan mengatakan, masa itu adalah puncaknya disrupsi media yang dampaknya terasa sangat buruk.

"Kemampuan industri media massa secara global memang mengalami dampaknya. Tetapi, ada beberapa media yang merespons fenomenanya dengan baik, namun ada yang tidak cukup baik merespons kondisi itu," ucapnya.

Di tengah kondisi iklan dan tiras menurun, satu hentakan lain datang, yaitu pandemi Covid-19 sejak Maret 2020. Meski begitu, pelayanan redaksi ke masyarakat pembaca tetap hadir, walaupun jumlah halaman koran pun berkurang. Tampilan minimalis itu mengutamakan rubrik-rubrik yang penting supaya pelayanan ke pembaca masih dipertahankan.

"Kekuatan sumber daya manusia di redaksi adalah soliditas. Itu sempat berkurang, tapi kemudian kita tingkatkan lagi kekompakan dan semangatnya. Selain itu, karyawan punya semangat pertahankan nama besar, itu semangat dari karyawan lho, untuk menjaga nama besar Pikiran Rakyat sebagai entitas yang sangat berharga, sehingga tetap semangat menjaga mutu kontennya," tutur Firman.

Saat ini, ketika redaksi Pikiran Rakyat dipimpin oleh Satrya Graha dan Hazmirullah, semangat itu pun masih dipertahankan meski tantangan belum juga berakhir. Kerja sama yang lebih sinergis antara koran Pikiran Rakyat, radio PRFM, dan Pikiran-Rakyat.com terus dilanjutkan dengan lebih baik.

Semua proses yang sedang berjalan tentunya diupayakan supaya bisa mencetak jejak-jejak sejarah baru di Pikiran Rakyat. Bahwa, Pikiran Rakyat bisa melewati tantangan pada setiap masa, melalui peranan orang-orang yang sedang berada di dalamnya. Segala sesuatu ada masanya, ada orangnya, ada tujuannya.

Mengutip penggalan lirik lagu The Byrds: To Everything turn, turn, turn
There is a season turn, turn, turn
And a time to every purpose, under heaven.***

Editor: Aan Sangkutiyar

Sumber: Pikiran Rakyat

Tags

Terkini

Terpopuler