Di sini, ia produktif menciptakan puisi. Kepandaian Abu Nawas akhirnya sampai juga ke telinga istana. Kemudian ia dipanggil dan diangkat menjadi penyair istana yang bertugas menggubah puisi puji-pujian untuk khalifah.
Hanya saja kepandaiannya dalam dunia sastra, jenaka dan kejujurannya, membuat Abu Nawas terjebak sendiri.
Suatu hari, Abu Nawas membacakan puisi Kafilah Bani Mudhar, rupanya puisi itu telah menyinggung perasaan khalifah hingga membuatnya murka.
Setelah kejadian itu Abu Nawas kemudian dijeblos ke penjara. Selama di penjara rupanya produktivitas Abu Nawas tak berhenti. Hanya saja alirannya jadi berubah, alirah sombong dan aroma kendi tuaknya kemudian berkurang.
Di penjara, syair ciptaan Abu Nawas lebih religius, banyak mengangkat tema tentang tobat dan kedekatan dengan sang pencipta.
Kemudian sekitar tahun 806 M hingga 814 M Abu Nawas pun meninggal dunia. Ia dimakamkan di pusat kota Bahdad bernama wilayah Syunizi.
Kematian Abu Nuwas telah menorehkan catatan namanya sebagai seorang sastrawan Arab terkemuka. Nama Abu Nawas juga terpatri dalam dongeng 1001 malam.
Kehebatannya merangkai kata-kata, baik itu yang kocak, cerdik dan juga religi membuat namanya disandingkan dengan tokoh-tokoh penting dalam khazanah keilmuan Islam.