Civitas Akademika Beri Peringatan Keras untuk Jokowi: Politik Dipertontonkan Presiden Adalah Politik Kotor

- 3 Februari 2024, 18:45 WIB
Jokowi diprotes berbagai kampus di Indonesia. Di ambang keruntuhan.
Jokowi diprotes berbagai kampus di Indonesia. Di ambang keruntuhan. /Tangkapan layar whatssap grup /

KLIKLUBUKLINGGAU.com- Dalam beberapa hari terakhir, setidaknya ada beberapa civitas academica menyampaikan kegelisahan dan keresahan atas situasi politik yang berlangsung jelang Pemilu 2024.

Terbaru, Universitas Padjadjaran (Unpad) yang melakukan aksi 'Seruan Selamatkan Negara' pada Sabtu 3 Februari 2024. Sebelumnya, sudah muncul seruan serupa dari civitas academica Universitas Gadjah Mada (UGM), Universitas Islam Indonesia (UII), Universitas Indonesia (UI), Universitas Andalas (Unand), dan Universitas Hasanuddin (Unhas). Mereka menyebut Presiden Jokowi telah menyimpang dari koridor demokrasi dan menyalahgunakan kekuasaan demi kepentingan politik praktis.

Pengamat politik dari Universitas Indonesia (UI), Hurriyah mengatakan bahwa apa yang disampaikan para akademisi itu merupakan "peringatan keras" kepada Jokowi atas keresahan publik yang meluas.

Baca Juga: The Lawu Park! Keindahan Destinasi Wisata Alam dan Rekreasi Instagrammable di Tawangmangu yang Sedang Hits!

Sebab selama ini, kritikan maupun masukan yang diutarakan oleh masyarakat sipil diabaikan oleh pemerintah. "Ini yang mendorong kampus untuk turun tangan langsung memberikan seruan moral dan kalau saya lihat ini sudah menjadi peringatan keras," ujarnya, Jumat 2 Februari 2024.

Pakar politik dari Centre for Strategic and International Studies (CSIS), Nicky Fahrizal pun sependapat dengan hal itu. Dia menilai, seruan moral dari akademisi ini menandakan ada persoalan legitimasi etis yang berat di pemerintahan Jokowi, yang kalau terus menggelinding di ruang-ruang publik bisa menggerus kepercayaan publik pada Presiden.

Persoalan etis yang dimaksud adalah dugaan adanya konflik kepentingan dalam putusan Mahkamah Konstitusi yang meloloskan Gibran Rakabuming Raka sebagai cawapres.

Baca Juga: Nikmati Pemandangan Indah dengan Tiket Masuk Hanya 10 Ribu, Destinasi Wisata Bukit Sanjaya

"Putusan ini kan tentu mengarah ke Presiden Jokowi. Ditambah lagi beberapa waktu lalu Jokowi mengeluarkan narasi presiden berhak kampanye, tetapi kalau lihat presiden berkampanye untuk anaknya, tidak etis dong karena medan elektoralnya tidak seimbang," tutur Nicky Fahrizal.

Sialnya, Jokowi mencoba membenarkan pelanggaran tersebut dengan dalih keabsahan konstitusi tanpa mempertimbangkan apakah tindakannya etis atau tidak. Padahal, manuver seperti itu sama artinya merusak prinsip dan nilai-nilai demokrasi. Bahkan bisa disebut pelanggaran etika yang luar biasa.

"Politik yang dipertontonkan Pak Jokowi adalah politik yang kotor, yang tidak ada etika sama sekali," kata Nicky Fahrizal.

Baca Juga: Roemah Renjana Oasis! Pilihan Menginap Instagramable yang Populer dengan Harga Terjangkau di Jogja

Apa Alasan Akademisi Keluarkan Seruan Moral?

Guru Besar Universitas Indonesia, Sulistyowati Irianto mengatakan bahwa apa yang mereka sampaikan itu adalah "teguran yang sangat keras". Sebab, apa yang dilakukan Jokowi tak bisa lagi ditolerir. "Karena sudah menggunakan MK untuk kepentingan kekuasaan, terutama untuk kepentingan keluarga. Itu sudah dipuncak batas yang tak bisa ditolerir lagi," ujarnya.

"Sekarang juga kita lihat semua bagaimana Presiden ikut berkampanye, itu sudah melanggar... ada macam-macam UU yang dibajak sepotong-potong dan sebagai kepala pemerintahan dan kepala negara, itu sudah melanggar. Menyatakan berpihak, boleh kampanye, tidak bisa karena dia bukan kontestannya," tutur Sulistyowati Irianto menambahkan.

Dia juga menekankan bahwa pernyataan dan seruan yang disampaikan para akademisi serta ilmuwan ini merupakan gerakan moral, alias tidak ditunggangi kepentingan politik.

Baca Juga: Sangat Menakjubkan Sekali! Rekomendasi Wisata Terbaik dan Bikin Nyaman di Brebes yang Mempesona Banget

Oleh karena itu, jika pemerintah masih memiliki hati nurani, harus berubah dalam waktu sesingkat-singkatnya. Pemerintah harus memastikan setiap orang bisa masuk ke ruang pencoblosan tanpa rasa takut, intimidasi dan tekanan. Jika seruan tersebut tak didengar, para civitas academica 'akan terus menerus berisik dan mengganggu'.

"Kami sedang melakukan kewajiban terhadap publik. Karena kami ilmuwan bukan hanya ada di menara gading, tapi keberadaan universitas harus bermanfaat kepada kelompok-kelompok di sekitar universitas," kata Sulistyowati Irianto.

Respons Pemerintah

Koordinator Staf Khusus Presiden, Ari Dwipayana mengatakan bahwa dalam negara demokrasi, kebebasan untuk menyampaikan pendapat, seruan, petisi maupun kritik harus dihormati. Jokowi pun telah menegaskan "freedom of speech" adalah hak demokrasi pada Kamis 1 Februari 2024.

Baca Juga: 12 Hari Menuju Pemilu 2024, Berikut Daftar Calon Tetap Anggota DPRD Kabupaten Banyumas 2024-2029 dari PKS

Kritikan juga menjadi vitamin untuk terus melakukan perbaikan pada kualitas demokrasi di negara kita. Demikian pula perbedaan pendapat, perbedaan perspektif, perbedaan pilihan politik adalah sesuatu yg sangat wajar dalam demokrasi. Apalagi di tahun politik, jelang pemilu, pertarungan opini pasti terjadi. Namun, akhir-akhir ini tampak berbeda.

"Terlihat ada upaya yang sengaja mengorkestrasi narasi politik tertentu untuk kepentingan elektoral. Strategi politik partisan seperti itu sah-sah saja dalam ruang kontestasi politik. Namun ada baiknya, kotestasi politik, termasuk dalam pertarungan opini, dibangun dalam kultur dialog yang substantif dan perdebatan yang sehat," tuturnya dikutip dari BBC.

Dia melanjutnya bahwa presiden tetap berkomitmen untuk melaksanakan prinsip-prinsip demokrasi sesuai nilai-nilai Pancasila dan koridor konstitusi.***

Editor: Rina Sephtiari


Tags

Artikel Pilihan

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x