KLIKLUBUKLINGGAU.com - Dalam sebuah diskusi yang diselenggarakan oleh Arsip Nasional Indonesia (ANRI) dan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Prof. Dr. R Siti Zuhro, Peneliti Utama BRIN, mengajak para elit politik untuk mengambil pelajaran dari sejarah, khususnya dari pengalaman Pemilihan Umum (Pemilu) pertama pada tahun 1955, demi menjunjung tinggi konstitusi di Indonesia.
Dalam diskusi yang bertajuk "Topik seputar cerita Presiden terdahulu (Top secret)," Prof. Siti Zuhro menyoroti Pemilu 1955 sebagai suatu pembelajaran sejarah yang penting, karena dilaksanakan tanpa muatan kepentingan dan berjalan secara murni serta adil.
"Waktu itu tidak ada praktik vote buying, politik pencitraan, atau manipulasi media seperti yang terjadi sekarang. Pemilu berlangsung murni, sebagai refleksi dari partisipasi masyarakat melalui banyaknya partai politik," ujarnya.
Pada Pemilu tersebut, beberapa partai besar seperti PNI, Masyumi, PKI, dan NU, berhasil meraih suara yang signifikan, mencerminkan keragaman dan representasi masyarakat pada saat itu.
Prof. Siti Zuhro juga menggarisbawahi pentingnya pemilihan anggota konstituante pada Pemilu 1955, yang bertugas merumuskan konstitusi sementara. Pada masa itu, kesadaran akan pentingnya konstitusi sebagai landasan hukum tertinggi sudah terbentuk.
Sebagai bagian dari empat konsensus kebangsaan, yaitu Pancasila, UUD 1945, NKRI, dan Bhineka Tunggal Ika, konstitusi dirumuskan secara sederhana, ringkas, namun mendalam oleh para pendiri bangsa yang sangat mengutamakan kepentingan negara.
Namun, Prof. Siti Zuhro juga menyoroti bahwa Pemilu 1955 tidak mengenal SARA (Suku, Agama, Ras, Antargolongan), karena pada waktu itu fokus utama pendiri bangsa adalah nasionalisme dan patriotisme.
Baca Juga: Dugaan Kecurangan Pemilu Muncul di Embacang Raya Muratara, Formulir C1 Hasil Diduga Dimanipulasi PPS