KLIKLUBUKLINGGAU.com- Abu Nawas suatu hari sedang melihat-lihat kebunnya yang sudah lama tidak terurus. Ketika asyik di dalam kebun, tiba-tiba ada seseorang yang masuk.
"Hei, ngapain kau masuk ke kebunku?" ujar seorang lelaki yang dijuluki tuan tanah kepada Abu Nawas.
Abu Nawas pun kaget dan langsung membantahnya. "Apa? Ini kebun milikku tahu. Kau jangan mengaku-ngaku," ucapnya.
Tapi si tuan tanah sangat kekeuh. Dia mengatakan kebun tersebut miliknya. Begitu juga dengan Abu Nawas. Keributan pun tidak bisa dihindari. Keduanya sama-sama tidak mau mengalah.
Dikarenakan pada zaman itu tidak ada yang namanya sertifikat tanah, jadi Abu Nawas tak mempunyai bukti yang kuat atas kepemilikan kebun tersebut.
Tidak ada jalan lain bagi Abu Nawas, kecuali melapor kepada Baginda Raja. "Ayo kita adukan masalah ini kepada Baginda Raja," ucap Abu Nawas.
Tantangan tersebut tidak membuat si tuan tanah mundur. Ia tetap meladeni permintaan Abu Nawas. Keduanya pun pergi ke istana untuk menghadap Baginda Raja.
Abu Nawas pun mengadu. "Wahai Paduka yang mulia, hamba mempunyai kebun di suatu daerah, tapi tiba-tiba dia mengaku-ngaku kalau kebun tersebut miliknya," kata Abu Nawas.
"Ini masalah rumit Abu Nawas. Supaya masalahnya bisa diputus secara adil, maka mesti ditangani hakim yang bijaksana," ujar Baginda Raja angkat tangan.
"Saya setuju Baginda Raja," balas Abu Nawas.
Tapi yang menjadi persoalannya adalah siapa yang bisa menjadi hakimnya, sebab ini bukan perkara mudah.
Biasanya kalau ada urusan ruwet seperti ini, Abu Nawas-lah solusinya, tapi kini justru dia sendiri yang mempunyai perkara. Jadi harus dicari hakim yang selevel dengan Abu Nawas untuk menangani kasus ini.
Baginda Raja akhirnya mendapat hakim yang paling baik reputasinya di Kota Baghdad.
Hakim ini terkenal cerdas dan berwibawa. Orang-orang yang perkaranya ditangani olehnya selalu puas dengan hasil keputusannya.
Baginda Raja yakin hakim ini pasti akan memutuskan perkara dengan seadil-adilnya. Maka pada hari yang sudah ditentukan, sidang pun dilakukan di salah satu ruang istana.
Dalam sidang itu selain pihak yang bersengketa, hadir juga Baginda Raja rupanya ingin tahu siapa sesungguhnya yang mengaku-ngaku dan menjadi biang kerok masalah ini.
Baginda Raja yakin kalau klaim Abu Nawas atas kebunnya tidak mengada-ada, tapi sangat sulit bagi dirinya untuk begitu saja memenangkan Abu Nawas sebelum sidang dimulai.
"Bila di antara kalian berdua ada yang terbukti bersalah dengan mengaku-ngaku kebun tersebut miliknya, maka hukuman penjara siap menanti," ancam Baginda Raja.
"Oleh karena itu, sebelum sidang dimulai aku kasih satu kesempatan lagi kalau mau jujur sekarang. Aku tidak akan menghukumnya," ucap Baginda Raja mengancam.
Tapi si tuan tanah tetap pada pendiriannya dan sidang langsung dimulai. Untuk menguji kebenaran atas pengakuan kebun itu, maka sang hakim bertanya kepada kedua belah pihak yang bersengketa.
"Berapa jumlah pohon di dalam kebunmu?" tanya hakim kepada tuan tanah.
Si tuan tanah tampak kebingungan, bahkan cenderung panik. Sedangkan Abu Nawas terlihat lebih tenang, padahal dia sendiri tidak tahu jumlah pohon yang ada di kebunnya, karena tak pernah menghitungnya.
Abu Nawas Dikerjai Jin! Sangat Lucu, Ini Ceritanya
Fenomenal Abu Nawas dari Kota Baghdad terkenal dengan sifatnya yang cerdik dan jenaka, dengan kecerdikannya ia selalu saja bisa mengatasi masalah yang sering bikin Baginda Raja tertawa.
Namun, dibalik itu semua Abu Nawas juga terkenal akan kejujurannya, kejujurannya yang membuat Baginda Raja bertambah sangat menyukainya.
Akan tetapi, tidak semua percaya dengan kejujuran Abu Nawas tidak tanggung-tanggung. Mereka adalah bangsa jin yang ingin sekali menguji sampai sejauh mana kejujuran Abu Nawas.
Baca Juga: Delapan Kuliner Binjai Paling Terpopuler dan Makyus! Sangat Menggugah Selera
Bang Saji akhirnya sepakat akan menguji kejujurannya, apakah aku tak bisa lolos dalam uji kejujuran itu.
Keseharian Abu Nawas dalam menafkahi keluarganya adalah mencari kayu bakar di hutan, dengan bermodal kapak andalannya.
Setiap pagi, ia pergi ke hutan untuk menebang kayu, lalu kayu yang ia dapatkan di bawahnya ke pasar untuk dijual dari hasil penjualannya.
Baca Juga: Terlalu Sedap! Berikut Sepuluh Kuliner Khas Betawi Paling Terpopuler dan Sangat Menggugah
Lalu, uangnya ia gunakan untuk menafkahi keluarganya, Namun suatu hari saat Abu Nawas sedang berjalan menuju hutan.
Kapak yang ia biasa bawa terjatuh ke dalam jurang, tanpa tampaknya tentu saja Abu Nawas tidak bisa bekerja.
Sebab itu adalah kapak satu-satunya, hal ini membuat Abu Nawas merasa sedih. Terpaksa ia pun harus pulang kerumahnya.
Baca Juga: Abu Nawas Hebat, Mampu Menangkap Matahari Dihadiahi Emas Raja Harun
Namun saat dalam perjalanan pulang, tiba-tiba datanglah Jin yang menyamar sebagai kakek tua.
"Hai anak muda, kenapa kamu terlihat murung?" tanya jin itu.
"Kapak saya jatuh ke jurang kek, padahal itu kapak saya satu-satunya saya, jadi tidak bisa bekerja,"jawab Abu Nawas dengan nada sedih.
Mendengar jawaban tersebut, muncul ide pada diri sang Jin, saat yang tepat untuk menguji kejujurannya.
"Maukah kau kubantu untuk mengambilkannya?Tentu saya mau, tapi bagaimana caranya kek ?Jurang itu dalam sekali." kata Abu Nawas.
"Kamu tak perlu tahu bagaimana caranya, yang aku tanyakan kamu mau nggak saya bantu mengambil." tanya Jin itu kembali.
"Saya mau sekali kek." jawab Abu Nawas.
Maka turunlah jin itu kebawah jurang, saat ia hendak mengambil kapak Abu Nawas tiba-tiba terbesit, dalam benar Jin untuk mengambil kapak yang lain.
Baca Juga: Arkeolog Temukan Ternyata Banyak Terowongan Ruang dan Pilar, Rahasia dan Sejarah Gunung Padang
Jin tersebut akan menunjukkan kapak yang terbuat dari emas, ia ingin tahu apa reaksi Abu Nawas.
"Wahai anak muda apakah ini kapak mu?" tanya Jin tersebut.
"Bukan itu kek, kapak saya jelek."jawab Abu Nawas.
Baca Juga: Bikin Lidah Bergoyang! Sepuluh Kuliner Khas Bondowoso Paling Lezat dan Pastinya Sangat Terpopuler
Jin itu pun kembali turun ke jurang dan saat ia kembali menemui Abu Nawas, ia menunjukkan kapak yang berbeda.
Kali ini tampak yang akan diperlihatkan adalah kapak yang berlapiskan mutiara dan Intan.
"Apakah ini kapak mu wahai anak muda?"tanya Jin tersebut.
"Itu juga bukan kek, kapak saya jelek dan agak karatan."balas Abu Nawas.
Sejenak Jin yang menyamar jadi kakek tua itu terdiam, dia memang benar-benar orang yang jujur.
Untuk ketiga kalinya jin itu turun ke jurang dan mengambilkan kapak yang biasa Abu Nawas gunakan.
"Apakah ini kapak mu."? tanya Jin.
"Iya betul itu kapak saya, terima kasih sudah menolongku kek."ucap Abu Nawas kegirangan.
Jin tersebut sangat kagum dengan kejujuran Abu Nawas, lalu iapun berkata.
Baca Juga: Liburan Jadi Mengesakan! Delapan Destinasi Wisata Masjid Ciamis Terpopuler dan Menyejukkan Suasana
"Hei anak muda andaikan kamu mengaku kalau kapak emas adalah milikmu. Tentu saya akan memberikannya padamu, meskipun saya tahu kalau kamu berbohong." tutur Jin tersebut.
"Hai saya tidak mau mengambil sesuatu yang bukan hak saya kek. Saya adalah orang yang selalu bersyukur dengan apa yang saya miliki, bagiku kapak jelek Ini adalah rizki yang luar biasa, karena dengan kapak ini aku bisa menafkahi keluarga aku dengan cara yang halal."kata Abu Nawas.
Abu Nawas dalam kondisi mu yang miskin, tetap bersyukur. Karena rasa syukur inilah yang membuatku senantiasa bersikap jujur.
Jin itupun tersenyum mendengar penuturan Abu Nawas, Saya kagum sama kamu wahai anak muda. Karena rasa syukurmu dan kejujuranmu saya akan hadiahkan kedua kapak ini untukmu.
Petugas Perbatasan Bingung Abu Nawas Jualan Apa! Ternyata Jualan Barang yang Sangat Besar
Setiap orang di negeri Irak mulai dari anak-anak hingga dewasa mengenal siapa Abu Nawas.
Seperti kali ini Desa merasa keheranan karena Abu Nawas setiap minggu tampak melakukan perjalanan dari desanya ke desa tetangga sudah masuk dalam wilayah kerajaan lain.
Kaili ini, seperti biasanya awal minggu pada suatu bulan, dini hari Abu Nawas telah keluar rumahnya yang sangat sederhana.
Di samping rumah sederhana tersebut terdapat kandang kuda yang penghuninya kerap berganti-ganti.
Pada dini hari itu, Abu Nawas bersiap-siap melakukan perjalanan menuju desa tetangganya sambil menunggang kuda.
Keesokan harinya biasanya dia akan pulang ke desanya di negeri lrak tersebut sambil bawa banyak barang.
Tentu saja kebiasaan Abu Nawas ini menimbulkan pertanyaan bagi Pak Hamid, tetangganya, Suatu sore, ketika Abu Nawas pulang dari perjalanan.
Jal tersebut ditanyakan kepada Abu Nawas tentang perniagaananya, yang membuat warga sekampung bingung.
Hai, Abu Nawas, kemanakah engkau beberapa waktu ini, kalau memang engkau memiliki perniagaan yang baik, tolonglah kau ajak kami,” kata Pak Hamid.
“Ada. Pak. Dan kukira tidak ada yang mau berniaga sepertiku,” jawab Abu Nawas.
Bulan pun berganti bulan, akhirnya Abu Nawas diduga telah melakukan perdagangan yang dilarang oleh kerajaan.
Pada bulan berikutnya Abu Nawas berniat melakukan perdagangannya. Dia pun harus melalui perbatasan dengan kerajaan tetangga.
Si Fulan, petugas penjaga pintu perbatasan memeriksa selu ruh barang bawaan Abu Nawas. Namun tidak ditemukan satu barang pun yang mencurigakan.
Hanya ditemukan bekal dan beberapa keping uang. Keesokan harinya, kembali si Fulan berjumpa Abu Nawas di ‘ perbatasan. Kali ini Abu Nawas membawa banyak sekali barang yang semuanya dilengkapi dengan dokumen yang diperlukan.
Si Fulan tidak dapat membuktikan perihal dugaan perdagangan Abu Nawas yang terlarang. Bahkan, karena seringnya mereka bertemu, hubungan keduanya semakin akrab hingga akhirnya si Fulan dipindahkan dari tempat kerjanya.
Pada suatu hari, keduanya bertemu kembali di suatu kesempatan yang tidak terduga. Si Fulan sekarang bukan lagi seorang penjaga perbatasan. Dia telah pensiun dari pekerjaan itu.
Abu Nawas sekarang sudah dikenal sebagai seorang saudagar yang dermawan dan berhasil. Pertemuan itu akhirnya dilanjutkan dengan jamuan makan oleh Abu Nawas.
Dalam kesempatan tersebut masing-masing bercerita tentang pengalaman yang telah mereka hadapi selama lebih kurang 20 tahun tidak bertemu.
Baca Juga: Jangan Sembarangan! Hukum Memberi Kepada Pengemis dan Pengamen Dalam Islam, Simak Berikut Ini
“Usaha apa yang telah engkau lakukan di masa lalu, saudaraku, karena aku mengetahui kau tak membawa cukup uang. Tetapi ketika engkau pulang, tak hanya keperluan makanan, barang lainnya pun kau bawa setelah pulang dari perdagangan yang tidak sampai sehari semalam engkau lakukan,” tanya si Fulan.
Mendengar hal tersebut, Abu Nawas pun tertawa sambil megingat kembali kebiasaan masa mudanya.
"Sebenarnya sengat mudah saudaraku, untuk mencari bukti tak perlu harus memeriksa semua barang bawaanku. Seperti yang engkau ketahui bahwa aku senantiasa pergi dengan mengendarai Kuda” tetapi ketika pulang aku hanya berjalan kaki dan disitulah usahaku,” kata Abu Nawas.
Baca Juga: Ustadz Ahmad Zainuddin, Lc Paparkan! Bagaimana Mengetahui Teman Terbaik? Berikut Penjelasannya
Mendengar penjelasan Abu Nawas, akhirnya si Fulan mengerti bahwa di masa itu Abu Nawas menjual kuda-kudanya di negeri tetangga dan pulangnya dia tukarkan dengan barang-barang lainnya. *** (Bella Martha Anggelleta).