BMKG Imbau Masyarakat Waspada Peralihan Musim Hujan ke Kemarau yang Dapat Sebabkan Cuaca Ekstrem

28 Januari 2023, 22:16 WIB
Peralihan musim hujan ke musim kemarau /Pixabay/ThorstenF/

KLIKLUBUKLINGGAU.com- Sebagian besar wilayah di pulau Jawa, Bali dan Nusa Tenggara akan mengalami periode transisi dari musim hujan ke musim kemarau yang akan terjadi pada Maret, April, dan Mei 2023.

Oleh karena itu, Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG), Dwikorita Karnawati, mengimbau masyarakat agar dapat meningkatkan kewaspadaaan untuk menghadapi transisi pergantian musim.

Imbauan tersebut terlebih ditujukan untuk masyarakat yang tinggal di wilayah Sulawesi, Papua barat bagian utara, dan sebagian kecil wilayah Papua. 

Baca Juga: Waspada, Modus Penipuan Berkedok Undangan Pernikahan Digital Bisa Kuras Saldo M-Banking

Menurut Dwikorita, transisi musim tersebut menimbulkan fenomena cuaca ekstrem, seperti angin puting beliung, angin kencang, hujan lebat dengan periode singkat yang memicu bencana hidrometeorologi.

Masyarakat pun diminta untuk bersiap menghadapi musim kemarau. Diketahui, musim kemarau pada tahun ini diprediksi akan lebih kering jika dibandingkan dengan masa 3 tahun berturut-turut sebelumnya

"Mulai saat ini, saat masih musim hujan, seluruh pihak, seluruh masyarakat berupaya bersama dengan Pemerintah Daerah memanen air hujan, menyimpan air hujan yang turun untuk memenuhi waduk-waduk, embung-embung, kolam-kolam, untuk diresapkan itu jangan disia-siakan langsung lari ke laut atau ke sungai," kata Dwikorita, dikutip dari Antara, Sabtu, 28 Januari 2023.

Baca Juga: Jaga Daya Tahan Tubuh Upaya Cegah Penyakit di Musim Hujan

Puncak musim kemarau akan berlangsung pada Juni dan Juli, berlanjut hingga September. Hal tersebut pun akan terjadi di hampir seluruh wilayah di Sumatera, Jawa, Nusa Tenggara, Sulawesi, dan Kalimantan.

Terkait dengan musim kemarau, BMKG pun telah berkoordinasi dengan sejumlah pihak untuk melakukan modifikasi cuaca saat terjadi kemarau kering.

Adapun, sejumlah pihak tersebut adalah Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), dan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN).

Teknologi modifikasi cuaca yang dimaksudkan tersebut adalah dengan menyemai garam saat awan hujan sudah berada di dekat waduk, sehingga nantinya hujan akan masuk ke dalam waduk.

"Waduk-waduk diisi penuh jangan sampai awannya lewat saja, sehingga kalau turun nanti membanjiri tempat lain. Tetapi mumpung mendekat ke waduk (hujan) dipaksa turun, sehingga saat turun jatuhnya tepat masuk ke danau agar bisa disimpan," terang Dwikorita

"Jadi, konsepnya adalah menyimpan dan menampung air hujan yang diperlukan saat nanti kita kekurangan air," lanjutnya.

Baca Juga: Jangan Anggap Sepele Minum Air Putih Jika Tak Ingin Kesehatan Tubuh Terganggu

Dwikorita mengatakan selama musim kemarau, masyarakat pun dapat mengoptimalkan air permukaan. Hal tersebut dapat dilakukan komunitas masyarakat, terlebih yang berada di desa-desa.

"Saya lihat sendiri di desa-desa mereka melakukan pemanenan air hujan. Ada yang membuat bendungan, sehingga airnya bisa dikumpulkan di situ, ada pintu airnya, kalau berlebih dilepas untuk irigasi. Nanti kalau kemarau sudah nggak ada hujan kita sudah punya tabungan (air)," jelasnya.***

Editor: Rina Sephtiari

Sumber: ANTARA

Tags

Terkini

Terpopuler